SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Rabu, 05 Januari 2011

Somnabulisme

Somnabulisme (Berjalan sambil tidur...?)
"Tidur berjalan", istilah apa itu? Mungkinkah kita tidur sambil berjalan, atau berjalan sambil tidur?

Yang bener aja... Bener, kok, suer!!! Kalo nggak percaya, simaklah uraian berikut ini... Selamat mengikuti!

Pendahuluan

Pembahasan di dalam artikel ilmiah populer berikut ini meliputi:
1. Sinonim
2. Definisi
3. Penyebab
4. Pemicu
5. Patofisiologi
6. Epidemiologi
7. Tanda dan Gejala
8. Pedoman Diagnostik
9. Pemeriksaan Penunjang
10. Penatalaksanaan
11. Diagnosis Banding
12. Penyulit
13. Prognosis
14. Pencegahan
15. Tahukah Anda?
16. Referensi dan Bacaan Lebih Lanjut
17. Tentang Penulis

Sinonim
Beberapa istilah lain somnambulisme:
1. Berjalan sewaktu (ter)tidur
2. Berjalan-jalan dalam keadaan tidur
3. Jalan-waktu-tidur
4. Noctambulation
5. Noctambulism
6. Sleepwalking
7. Somnambulism
8. Somnambulance
9. Somnambulation
10. Somnambulating
11. Parasomnias of childhood
12. Oneirodynia activa
Penderita somnambulisme disebut juga sleep-walker.

Definisi
1. Berjalan saat tidur.
2. Walk in one's sleep.3. Walking by a person who is asleep.4. Kondisi yang memengaruhi masyarakat (terutama anak-anak)
dimana mereka bangun dan berjalan-jalan saat mereka masih
tidur nyenyak. [Condition affecting some people (especially children),
where the person gets up and walks about while still asleep.]

Penyebab

Meskipun sepertiga kasus ini memiliki dasar keluarga (familial basis), penyebab pastinya belum diketahui (Fauci A.S., et.al., 2008). Namun menurut Ackroyd G (2007) ada empat faktor yang menjadi penyebab, yaitu:

1. Genetika

Somnambulisme lebih sering terjadi pada kembar monozigot dan sepuluh kali lebih sering didapatkan jika suatu first-degree relative memiliki riwayat somnambulisme.

Dilaporkan pula adanya peningkatan frekuensi alel DQB1*04 dan *05.

Gen-gen DQB1 juga terlibat di dalam narcolepsy dan gangguan lain dari pengendalian motorik selama tidur, misalnya: gangguan perilaku Rapid Eye Movement (REM behavior disorder).

2. Lingkungan
Beberapa kondisi yang merupakan penyebab somnambulisme antara lain:
1. Kurang tidur (sleep deprivation)
2. Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep schedules)
3. Demam (fever)
4. Stres atau tekanan (stress)
5. Kekurangan (deficiency) magnesium
6. Intoksikasi obat atau zat kimia, misalnya:
a. alkohol,
b. hipnotik/sedative (misal: Zolpidem),
c. antidepresan (misal: bupropion, paroxetine, amitriptyline),
d. neuroleptik (misal: lithium, reboxetine),
e. minor tranquilizers,
f. stimulan,
g. antibiotik (misal: fluoroquinolone),
h. medikasi anti-Parkinson (misal: levodopa),
i. antikonvulsan (misal: topiramate),
j. antihistamin.

3. Fisiologis
Panjang dan kedalaman SWS (slow wave sleep), yang lebih besar pada masa anak-anak awal (young children), merupakan faktor yang meningkatkan frekuensi parasomnia pada anak-anak.

Kehamilan dan menstruasi meningkatkan frekuensi pasien dengan parasomnia (salah satunya adalah: somnambulisme)

4. Berhubungan dengan Kondisi Medis

Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan somnambulisme antara lain:
a. Aritmia
b. Chronic paroxysmal hemicrania
c. Migraine
d. Fever
e. Gastroesophageal reflux
f. Nocturnal asthma
g. Nocturnal seizures
h. Obstructive sleep apnea
i. Gangguan psikiatris, seperti: posttraumatic stress disorder,
panic attack, dan dissociative states.
j. Hipertiroidisme

Pemicu
Menurut Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing, Sp.S(K), Sp.KJ. (2004), somnambulisme dapat dipicu oleh berbagai keadaan, seperti:
1. Deprivasi (kurang) tidur.
2. Demam.
3. Stres.
4. Medikasi (misalnya: fenotiazin, kloralhidrat, lithium).
5. Gangguan lain yang menyebabkan terbangun dari tidur (arousal),
misalnya: OSA (Obstructive Sleep Apnea), kandung kencing
penuh, suara keras.

Patofisiologi (Riwayat Timbulnya Penyakit)

Sleepwalkers memiliki ketidaknormalan pada pengaturan slow wave sleep. Disosiasi yang terjadi diantara tidurnya tubuh dan akal muncul dari aktivasi jalur thalamocingulate dengan persisting deactivation dari sistem thalamocortical arousal lainnya.

Epidemiologi

Menurut Lavie P, Pillar G, Malhotra A (2002):
Prevalensi
Saat usia puncak 4-8 tahun prevalensinya 20%. Sumber lain mengatakan 15-30%.
Saat usia dewasa prevalensinya 3-4 %. Sumber lain mengatakan 1-4%.

Rasio pria:wanita = 1:1.

Menurut Ackroyd G (2007),
Di Swedia
Prevalensi setahunnya 6-17%.
Insiden: 40%.

Di UK
Dari hasil survey pada orang dewasa di United Kingdom, 2,2% dilaporkan merasakan teror di malam hari. Dua persen dinyatakan somnambulisme, dan 4,2% dilaporkan dengan confusional arousals.

Tanda dan Gejala
A. Penderita somnambulisme dapat melakukan aktivitas seperti berikut:
1. Berjalan di seputar kamarnya atau di rumahnya.
2. Berjalan jarak jauh.
3. Mendadak duduk di tempat tidur.
4. Mengendarai (menyetir) mobil dalam keadaan tidur.

B. Dapat memiliki keadaan sebagai berikut:
1. Bila bicara, jarang bermakna. Dapat juga berkata jorok.
2. Kencing di tempat yang tidak biasanya (biasanya anak-anak)
3. Mata terbuka dan ekspresi wajahnya kosong.
4. Sulit bangun saat somnambulisme berlangsung.
5. Tidak ingat kronologis kejadiannya.

Pedoman DiagnostikMenurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) III Tahun 1995, somnambulisme memiliki kode diagnostik F51.3.

Gambaran di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari
tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam,
dan terus berjalan-jalan; (kesadaran berubah).
b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong
(blank, staring face), relatif tak memberi respons terhadap upaya
orang lain untuk memengaruhi keadaan atau untuk
berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat
disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah.
c. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok
paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi.
d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode
tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat
dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu
singkat.
e. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.

Somnambulisme harus dibedakan dari serangan Epilepsi Psikomotor dan Fugue Disosiatif (F.44.1).

Menurut Perdossi (2006), kriteria diagnosis untuk somnambulisme adalah sebagai berikut:

A. Klinis
1. Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur
(NREM stadium 3-4)
2. Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata,
membuka selimut, bergerak berputar seperti bertujuan,
dan berusaha meninggalkan tempat tidur.
3. Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan
respon sederhana terhadap pertanyaan dan perintah.
Kadang-kadang kencing.
4. Penderita mencoba berpakaian, lalu berjalan mengelilingi tempat
tidur tapi menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata,
dapat naik tangga, memakai alat-alat dapur, dan berusaha
menyiapkan makanan.
5. Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh,
dan bahkan mengendarai mobil.
6. Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela,
atau sesudah berjalan di luar rumah. Penderita biasanya mau
diajak ke tempat tidur tanpa perlawanan.
7. Usaha untuk menghalang-halangi atau membangunkan haruslah
dihindari karena menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan
keinginan melarikan diri yang dapat mencetuskan kekerasan
mendadak.
8. Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi, dan sesudahnya
segera tidur lagi.

B. Laboratoris
1. Polysomnography
untuk membedakan dengan gangguan tidur yang lain.
2. Rekaman video
sangatlah membantu melihat pola serangan.

C. Radiologis
Tidak ada kelainan.

D. Gold Standar
Polysomnography:
Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa detik sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsi. Sering terbangun langsung dari stadium
1-2 NREM disertai atau tanpa sleep walking.

Rekaman video dapat menunjukkan pola aktivitas serangan.

E. Patologi Anatomi
Normal.


Pemeriksaan Penunjang
Polysomnogram.
Perilaku abnormal selama SWS (slow wave sleep) merupakan diagnostik.

Hypersynchronous aktivitas gelombang-delta lambat (slow delta-wave) telah terobservasi saat mengukur penderita somnambulisme yang sedang tidur dengan electroencephalogram.

Penatalaksanaan

A. Antidepresan trisiklik
Mekanisme kerjanya: memiliki efek antikolinergik perifer dan sentral dan berefek sedatif, sehingga dapat menghalangi active reuptake dari norepinephrine dan serotonin.

Contoh:
1. Amitriptyline

Dosis dewasa:
30-100 mg/hari PO hs

Dosis anak-anak:
0.1 mg/kg berat badan PO hs; dinaikkan jika ditoleransi lebih dari 2-3 minggu sampai 0,5-2 mg/hari hs.

Dosis remaja (adolescents):
25-50 mg/hari PO hs; naikkan bertahap hingga 100 mg/hari dalam dosis terbagi.

2. Nortriptyline

Dosis dewasa
25 mg PO tid/qid; tidak melebihi 150 mg/hari.

Dosis anak-anak
<25 kg: Tidak direkomendasikan 25-35 kg: 10-20 mg/hari PO 35-54 kg: 25-35 mg/hari PO >54 kg: diresepkan seperti dosis dewasa.

B. Benzodiazepin
Mekanisme kerjanya:
Benzodiazepin mengikat reseptor spesifik yang berhubungan dengan GABA-binding sites pada saluran klorida (chloride channels).
Frekuensi pembukaan channel meningkat, meningkatkan aliran ion klorida menuju neuron.

Indeks terapetik yang relatif tinggi dan potensial penyalahgunaannya yang rendah, menyebabkan benzodiazepin merupakan terapi pilihan untuk sedatif-hipnotik.

Contohnya:
Clonazepam

Dosis dewasa
0,5 mg PO hs dosis permulaan untuk gangguan tidur; dapat ditingkatkan secara cepat hingga 1 mg prn (jika perlu)

Dosis anak-anak
0.25 mg PO 1 jam sebelum hs dosis permulaan; dinaikkan secara berhati-hati prn.

C. Non-Farmakologis
* Teknik relaksasi, imajinasi mental, dan anticipatory awakenings sebagai manajemen terapi jangka panjang.

* Anticipatory awakenings terdiri dari membangunkan anak sekitar 15-20 menit sebelum waktu biasanya ia terbangun. Lalu jagalah ia tetap bangun hingga melewati waktu dimana episode biasanya terjadi.

Diagnosis Banding
Menurut Perdossi (2006), diagnosis banding somnambulisme:
1. Sleep terrors
2. Epilepsi
3. Episodic nocturnal wandering
4. Malingering (pura-pura sakit)
5. REM sleep behaviour disorder
6. Psychogenic fugues
7. Canfusional arousal

Menurut Ackroyd G (2007), diagnosis banding (differential diagnoses) somnambulisme antara lain:

1. Epilepsi jinak pada masa anak (benign childhood epilepsy)
2. Epilepsi lobus temporal (temporal lobe epilepsy)
3. Sindrom Tourette dan gangguan tic lainnya
4. Epilepsi pada anak dengan retardasi mental
(epilepsy in children with mental retardation)
5. Gangguan pergerakan periodik (periodic limb movement disorder)
6. Gangguan stres paskatrauma (posttraumatic stress disorder)
7. Gastroesophageal reflux8. Gemetaran hebat (shuddering attacks)
9. Kejang demam (febrile seizures)
10. Kejang parsial kompleks (complex partial seizures)
11. Kejang pertama pada anak (first seizure in pediatric)
12. Kejang neonatus (neonatal seizures)
13. Kejang neonatus yang tak berbahaya
(benign neonatal convulsions)
14. Kejang nonepilepsi psikogenik
(psychogenic nonepileptic seizures)
15. Kejang tonik-klonik (tonic-clonic seizures)
16. Kondisi disosiasi (dissociative states)
17. Kontraksi otot jantung yang abnormal (arrhythmias)
18. Migraine paroksismal kronis (chronic paroxysmal hemicrania),
19. REM (Rapid Eye Movement) sleep behavior disorder
20. Sakit kepala kluster (cluster headache)
21. Sakit kepala pada anak (headache in pediatric)
22. Serangan asma malam hari (nocturnal asthma)
23. Serangan cemas saat bermimpi (dream anxiety attacks)
24. Sindrom epilepsi tak berbahaya (benign epilepsy syndromes)
25. Serangan panik (panic attack)
26. Sesak nafas saat tidur (sleep apnea)
27. Vertigo karena posisi yang tak berbahaya
(benign positional vertigo)

Penyulit
1. Rasa malu
2. Risiko cedera

Prognosis

1. Kemungkinan bisa membaik sangat besar.
2. Mengganggu prestasi belajar.
3. Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai risiko gangguan
psikiatri, gangguan tidur lainnya.

Pencegahan

Saran untuk penderita somnambulisme:
1. Sebaiknya tidak banyak minum sebelum tidur.
2. Pintu dan jendela tempat penderita tidur sebaiknya
dikunci/tertutup rapat, agar penderita tidak dapat keluar.
3. Berhati-hati dengan obat yang dikonsumsi, siapa tahu dapat
memperberat somnambulisme-nya.
4. Singkirkanlah semua benda yang membahayakan/melukai
penderita (misalnya: terinjak, dsb).
5. Lakukan higiene tidur dengan disiplin.
6. Teratur minum obat dan mematuhi nasihat dokter yang
merawatnya.
7. Kontrol teratur sesuai jadwal dari dokter atau rumah sakit.

Higiene tidur menurut Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing, Sp.S(K), Sp.KJ. (2004):
1. Tidur dan bangun teratur, pada jam yang sama, setiap harinya.
2. Tidur dengan waktu yang cukup agar puas di pagi hari.
3. Berolahraga setiap hari.
Jangan berolahraga sebelum tidur atau larut sore
atau malam hari.
4. Makan teratur.
5. Dengarlah musik yang lembut sebelum mematikan lampu
untuk tidur.
6. Pakailah tempat tidur twin bila teman tidur Anda lasak.
7. Hindarilah gangguan fisik berupa: cahaya, dingin, panas,
dan suara berisik.
8. Aturlah dengan dokter Anda mengenai obat yang Anda
butuhkan, sekiranya ada. Hindari obat yang merangsang.
9. Gunakanlah kasur yang lembut dan bantal yang empuk
agar tidur Anda menyenangkan.
10. Bila Anda terbiasa tidur siang, lakukanlah pada waktu
yang sama. Sesudah makan siang merupakan waktu
yang baik. Jangan tidur lebih dari 45 menit.
11. Kencing dulu sebelum naik ke tempat tidur
(diajarkan untuk anak-anak).

Tahukah Anda?
* Intoksikasi, berarti:
1. Kondisi fisiologis yang diproduksi oleh racun atau zat toksik
lainnya.
2. Kondisi sementara sebagai hasil dari konsumsi alkohol yang
berlebihan.

Referensi dan Bacaan Lebih Lanjut
Ackroyd G. Somnambulism (Sleep Walking)
cited from: http://emedicine.medscape.com (Updated: Mar 8, 2007).

Ajlouni KM, Ahmad AT, El-Zaheri MM, et al. Sleepwalking associated with hyperthyroidism. Endocr Pract. Jan-Feb 2005;11(1):5-10.

Fauci A.S., et.al. (ed.). Harrison's Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. The McGraw-Hill Companies. 2008. Chapter 28.
Guilleminault C, Kirisoglu C, da Rosa AC, et al. Sleepwalking, a disorder of NREM sleep instability. Sleep Med. Mar 2006;7(2):163-70.

Kryger MH et al (eds): Principles and Practice of Sleep Medicine, 4th ed. Philadelphia, Saunders, 2005.

Lumbantobing SM. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004.

Maslim R. (ed.). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003:94.

Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Buku Pedoman Standar Pelayanan Mdis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi Koreksi Tahun 1999 dan 2005. Jakarta. 2006;15;254-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar